Mengapa berke-Tuhanan lebih agung dan kemudian lebih dipilih daripada istilah beragama..? Sebuah kontradiksi tanpa akhir akan kita temui jika saja pemahaman kebangsaan kita masih terbatas pada sekat-sekat formal institusional belaka.
Keber-agama-an kita mudah terbelah oleh kebe-ragam-an suku-suku bangsa dan kepercayaan di bumi nusantara. Berke-Tuhanan adalah sebuah proses yang lebih menekankan kepada hubungan Tuhan dengan hambanya. Kedudukan Tuhan dalam agama apapun adalah lebih tinggi dan bersifat vertikal terhadap hambanya tanpa mengenal asal muasal dari suku mana dia berasal.
Kesadaran untuk meleburkan diri
membentuk sebuah bangsa memerlukan tingkatan pemahaman beragama yang
lebih tinggi dari para penganutnya. Sebab Tuhan dalam agama manapun tidak
menghendaki kerusakan dan pemusnahan satu golongan tertentu apalagi dengan
mengatasnamakan Tuhan itu sendiri. Manusia dengan latar belakang apa saja
tetaplah seorang hamba di hadapan Tuhan mereka masing-masing. Tuhan adalah
absolut dan tidak akan pernah terjadi perpecahan dalam diri-Nya sendiri.
Relasi Tuhan dan hambanya adalah bentuk hubungan vertikal terhadap unsur Sang Pencipta sehingga di titik manapun di permukaan bumi ini tidak akan pernah dan tak mungkin terjadi benturan dalam proses tersebut, sekalipun setiap debu dan tetesan embun melakukannya dalam waktu bersamaan. Dengan bentuk bumi yang bulat bahkan dalam beberapa kilometer saja kerapatan hubungan itu telah terlihat longgar. Pendekatan terhadap analogi ini bisa kita perhatikan pada duri seekor landak.